Kaum muslimin yang dimuliakan
Allah SWT.
Dalam kehidupan yang sangat
pendek ini, mari kita lebih meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah SWT.
Dengan menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya, agar kita memperoleh
kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.
Disamping itu mari kita
senantiasa berusaha menjadi hamba-hamba Allah SWT. Yang semakin hari makin baik
dan semakin hari makin meningkatkan kebaikan-kebaikan dan ibadah kita kepada
Allah SWT. Dan semoga apa yang kita perjuangkan dapat menjadi sebuah kesuksesan
yang dirida’i-Nya.
Kaum muslimin yang dimuliakan
Allah SWT.
Pada kesempatan ini saya
hendak menyampaikan sebuah khutbah tentang “Amal yang Tetap Bermakna”.
Berhati-hatilah bagi orang-orang yang ibadahnya temporal, karena bisa
jadi perbuatan tersebut merupakan tanda-tanda keikhlasannya belum sempurna.
Karena aktivitas ibadah yang dilakukan secara temporal tiada lain, ukurannya
adalah urusan duniawi. Ia hanya akan melakukannya jika
sedang butuh, sedang dilanda musibah, atau sedang disempitkan oleh ujian dan
kesusahan,maka meningkatlah amal ibadahnya. Tidak demikian
halnya ketika pertolongan Allah SWT.
datang, kemudahan menghampiri, kesenangan berdatangan, justru kemampuannya
bersenang-senangnya bersama Allah
SWT. malah menghilang.
Bagi yang amalnya temporal, ketika menjelang pernikahan tiba-tiba saja
ibadahnya jadi meningkat, shalat wajib tepat waktu, tahajud nampak khusu, tapi
anehnya ketika sudah menikah, jangankan tahajud, shalat subuh pun terlambat.
Ini perbuatan yang memalukan. Sudah diberi kesenangan, justru malah melalaikan
perintah-Nya. Harusnya sesudah menikah berusaha lebih gigih lagi dalam
ber-taqarrub kepada Allah SWT.
sebagai bentuk ungkapan rasa syukur.
Atau ketika menjadi imam shalat, bacaan Quran kita kadangkala
digetar-getarkan atau disedih-sedihkan agar orang lain ikut sedih. Tapi
sebaliknya ketika shalat sendiri, shalat kita menjadi kilat, padat, dan cepat.
Kalau shalat sendirian dia begitu gesit, tapi kalau ada orang lain jadi
kelihatan lebih bagus. Hati-hatilah bisa jadi ada sesuatu dibalik
ketidakikhlasan ibadah-ibadah kita ini. Karenanya kalau melihat amal-amal yang
kita lakukan jadi melemah kualitas dan kuantitasnya ketika diberi kesenangan,
maka itulah tanda bahwa kita kurang ikhlas dalam beramal.
Hal ini berbeda dengan hamba-hamba-Nya yang telah menggapai maqam ikhlas,
maqam dimana seorang hamba mampu beribadah secara istiqamah dan terus-menerus
berkesinambungan. Ketika diberi kesusahan, dia akan segera saja bersimpuh sujud
merindukan pertolongan Allah SWT.
Sedangkan ketika diberi kelapangan dan kesenangan yang lebih lagi, justru dia
semakin bersimpuh dan bersyukur lagi atas nikmat-Nya ini.
Orang-orang yang ikhlas adalah orang yang kualitas beramalnya dalam
kondisi ada atau tidak ada orang yang memperhatikannya adalah sama saja.
Berbeda dengan orang yang kurang ikhlas, ibadahnya justru akan dilakukan lebih
bagus ketika ada orang lain memperhatikannya, apalagi bila orang tersebut
dihormati dan disegani.
Sungguh suatu keberuntungan yang sangat besar bagi orang-orang yang ikhlas
ini. Betapa tidak? Orang-orang yang ikhlas akan senantiasa dianugerahi pahala,
bahkan bagi orang-orang ikhlas, amal-amal mubah pun pahalanya akan berubah jadi
pahala amalan sunah atau wajib. Hal ini akibat niatnya yang bagus.
Maka, bagi orang-orang yang ikhlas, dia tidak akan melakukan sesuatu
kecuali ia kemas niatnya lurus kepada Allah SWT saja. Kalau hendak duduk di kursi diucapkannya,
"Bismilahirrahmanirrahiim, ya Allah semoga aktivitas duduk ini menjadi amal kebaikan".
Lisannya yang bening senantiasa memuji Allah atas nikmatnya berupa karunia bisa duduk sehingga ia dapat
beristirahat menghilangkan kepenatan. Jadilah aktivitas duduk ini sarana
taqarrub kepada Allah SWT.
Karena banyak pula orang yang melakukan aktivitas duduk, namun tidak
mendapatkan pertambahan nilai apapun, selain menaruh pantat di kursi. Tidak usah heran bila
suatu saat Allah SWT. memberinya peringatan dengan sakit ambaien atau
bisul, sekedar kenang-kenangan bahwa aktivitas duduk adalah anugerah nikmat
yang Allah SWT karuniakan
kepada kita.
Begitupun jika hendak
membeli sesuatu, perhitungkan juga bahwa apa yang dibeli diniatkan karena Allah SWT. Misalnya, ketika membeli kendaraan, niatkan
karena Allah SWT. Karena
menurut Rasulullah SAW, kendaraan itu ada tiga jenis, 1) Kendaraan untuk Allah SWT, 2) Kendaraan untuk setan,
3) Kendaraan untuk dirinya sendiri. Apa cirinya? Kalau niatnya benar, dipakai
untuk maslahat ibadah, maslahat agama, maka inilah kendaraan untuk Allah SWT. Tapi kalau sekedar untuk
pamer, ria, ujub, maka inilah kendaraan untuk setan. Sedangkan kendaraan untuk
dirinya sendiri, misalkan
kuda dipelihara, dikembangbiakan, dipakai tanpa niat, maka inilah kendaran
untuk diri sendiri.
Pastikan bahwa jika kita membeli kendaraan, niat kita tiada lain hanyalah
karena Allah SWT. Karenanya
bermohon saja kepada Allah SWT.
"Ya Allah saya butuh
kendaraan yang layak, yang bisa meringankan untuk menuntut ilmu, yang bisa
meringankan untuk berbuat amal, yang bisa meringankan dalam menjaga
amanah". Subhanallah bagi orang yang telah meniatkan seperti ini. maka, Insyaallah bensinnya, tempat duduknya,
shockbreaker-nya, dan semuanya dari kendaraan itu ada dalam timbangan kebaikan.
Sebaliknya jika digunakan untuk maksiyat, maka kita juga yang akan
menanggungnya.
Sungguh apapun amal yang dilakukan seorang hamba yang ikhlas akan tetap
bermakna, akan tetap bernilai, dan akan tetap mendapatkan balasan pahala yang setimpal.
Subhanallah.
Semoga dengan khutbah yang
saya sampaikan ini dapat menjadikan kita yang memiliki hati yang ikhlas dalam
menjalankan kehidupan ini, terutama dalam menjalankan ibadah kepada Allah SWT.
Demikianlah
khutbah yang dapat saya sampaikan, semoga dapat berkenan dan bermanfaat bagi
kita semua. Amin ya rabbal alamin......